Latest Updates
Sabtu, 19 Oktober 2013
Posted By:
Unknown
Ayah, Allah Itu Di Mana Yah?
Sore selepas melaksanakan sholat ashar bersama ayahnya, khalid bermain di teras de[an rumahnya yang sederhana tapi rapi. Khlaid betah di rumah meskipun rumahnya sederhana dan tidak ada permainan play station atau mainan mewah lainnya di dalam rumahnya. Ayah khalid seorang karyawan biasa yang tidak mempunyai banyak uang untuk membelikan khalid mainan yang mahal dan bagus. Khalid asik bermain dengan buku gambar dan crayonnya yang dibelikan ayahnya minggu lalu. Khalid sangat gemar membaca dan menggambar. Rasa ingin tahunya yang besar membuatnya menjadi anak yang cerdas.
Pak Rahmat ayah Khalid tak lama kemudian duduk di kursi di sebelah Khalid yang sedang asik menggambar. Pak Rahmat asik dengan kesukaannya yaitu mendengarkan lantunan ayat suci Al-Qur’an dari hp nya. Khalid sering mendengarkan ayahnya yang sering menirukan lantunan ayat suci dan suara ayahnya kedengaran merdu di telinga khalid.
“ayah….” seru Khalid sambil naik kepangkuan ayahnya.
“iya ade, kenapa sayang” jawab ayahnya dengan lembut.
“Khalid pengen tanya yah… boleh?” rajuknya sambil memegang kedua pipi ayahnya.
“boleh dong sayang, kenapa tidak ade” jawab Pak Rahmat sambil memegang hidung Khalid.
“kalau Allah itu ada, terus Allah tinggalnya di mana yah? kok Khalid tidak bisa melihat Allah yah” tanya Khalid kepada ayahnya yang tersenyum mendengar pertanyaannya.
Pak Rahmat menghela nafasnya sambil membetulkan posisi duduknya dan duduk khalid agar nyaman menjelaskannya kepada anaknya yang mempunyai rasa ingin tahu yang besar.
“ade, Allah itu ada dan Allah berada di tempat yang tinggi” jawab Pak Rahmat dengan lembut.
“tempatnya di mana yah?” tanya Khalid semakin penasaran.
“Allah itu ada di tempat yang namanya Al arshy ade sayang” jelas pak Rahmat.
“tapi kok Khalid tidak bisa melihatnya yah?” tanya Khalid kembali.
“kita tidak bisa melihatnya sayang, tapi Allah melihat kita. Allah melihat apa yang ayah, ade, ibu dan semua mahluk di dunia ini sayang. Nah… umpama nih ade bohong sama ayah, ayah memang tidak tahu tapi ada yang tahu. Siapa tebak…” kata Pak Rahmat kepada Khalid yang serius mendengarkan.
“Allah ya yah yang tahu kalau Khalid bohong” tukas Khalid menjawab ayahnya.
“iya, betul sekali sayang. Allah yang melihat karena Allah memperhatikan setiap mahluknya. Kalau ade gak pinter trus suka membantah ayah atau ibu masih untung kalau ayah yang marah. Bagaimana coba kalau Allah yang marah kepada ade hayoo” Ujar pak rahmat kembali kepada anaknya.
“kok Allah bisa tahu ya yah kalau ada anak yang bohong atau nakal” tanya Khalid semakin penasaran.
“karena Allah itu ada di mana-mana sayang” jawab Pak Rahmat.
“berarti Allah banyak ya yah kalau di mana-mana” kejar Khalid.
“Allah itu satu atau Esa sayang, tidak beranak dan juga tidak di peranakkan, tidak berayah juga tidak beribu” tersenyum Pak Rahmat menjawab keingin tahuan anaknya.
“kok di mana-mana ayah kalau cuma satu?” Khalid terus menanyakan keingin tahuannya.
“sayang, Allah ada di mana-mana dengan ilmunya, dengan kebesarannya. Karena langit dan bumi itu adalah ciptaan dan kepunyaan Allah beserta seluruh isinya sayang” jawab Pak Rahmat sambil memeluk pundak Khalid yang duduk di pangkuannya.
Sejenak Pak Rahmat diam sambil melihat anaknya yang sudah tumbuh menjadi anak yang serba ingin tahu dan cerdas dibanding teman sebayanya yang baru berumur 9 tahun.
“nah sekarang ayah mau tanya kepada ade, mau jadi anak yang disayang Allah atau anak yang tidak disayang oleh Allah?” tanyanya kepada Khalid.
“mau disayang Allah yah” jawab Khalid singkat.
“dengarkan ayah ya sayang, Kalau mau disayang Allah berarti ade harus patuh kepada ayah dan ibu. Harus rajin shalat, rajin mengaji Al-Qur’an dan memahami isinya, harus hidup mencontoh Nabi Muhammad, harus selalu berbuat baik kepada semua orang. Tidak boleh jahat kepada teman atau kepada orang lain. ade bisa?” tanyanya kepada Khalid.
“siap… bisa yah” kata Khalid sambil balik badan dan tangannya menghormat kepada ayahnya. Pak Rahmat pun tertawa sambil meggelitiki pinggang Khalid.
Kehidupan keluarga yang sederhana Khalid dan ayah ibunya membuat temannya yang lain iri. Khalid begitu dekat dengan ayah ibunya yang senantiasa menasehatkan kebaikan dan kebenaran kepada Khalid. Dan di sekolah, Khalid menjadi siswa yang berprestasi. Ayah ibunya selalu mengajarkan sopan santun dan bagaimana cara bergaul dan berbicara dengan orang lain. Khalid tidak ragu menolong temannya yang kesusahan meskipun dia sendiri membutuhkan.
“ade besar nanti ingin jadi apa coba ayah pengen tahu” tanya Pak Rahmat kemudian kepada anaknya.
“tentara yah” jawab Khalid tegas.
“bagus itu sayang jadi tentara bisa membela yang lemah” tambah Pak Rahmat.
“tapi jadi tentara Allah yah, biar disayang sama Allah. Biar Khalid bisa menolong orang lain yang lemah yah” jawab Khalid tanpa berfikir dulu.
“subhanallah” gumam Pak Rahmat sambil memandang bangga kepada anaknya dengan mata yang berkaca-kaca.
“nah… kalau mau jadi tentara Allah, tugas ade sekarang adalah rajin Shalat, mengaji, rajin menuntut ilmu dan berbakti kepada ayah sama ibu ya sayang. Allah mendengar cita-cita ade dan pasti Allah akan mengabulkannya” ujar Pak Rahmat menasehati anaknya.
“nah karena sudah senja, ade pakai bajunya yang untuk ke masjid kita ke masjid ya sayang. Kasih tahu ibu juga dan kita berangkat bersama ke masjid mumpung belum adzan” kata Pak Rahmat kepada Khalid.
“iya yah” sambil turun dari pangkuan ayahnya.
Keluarga kecil yang penuh dengan kesederhanaan dan tanpa kemewahan namun mereka begitu bahagia. Keberasmaan yang begitu indah karena saling menyayangi dan saling menasehati. Khalid serta ayah ibunya selalu berbahagia dan senantiasa berbagi dengan yang lain yang membutuhkan. Keluarga kecil yang menjadi impian setiap orang yang tinggal disekeliling mereka.
Selasa, 24 September 2013
Posted By:
Unknown
Sebuah Jaket Berlumur Darah
Sebuah jaket berlumur darah
Kami semua telah menatapmu
Telah pergi duka yang agung
Dalam kepedihan bertahun-tahun
Sebuah sungai membatasi kita
Di bawah terik matahari Jakarta
Antara kebebasan dan penindasan
Berlapis senjata dan sangkur baja
Telah pergi duka yang agung
Dalam kepedihan bertahun-tahun
Sebuah sungai membatasi kita
Di bawah terik matahari Jakarta
Antara kebebasan dan penindasan
Berlapis senjata dan sangkur baja
Akan mundurkah kita sekarang
Seraya mengucapkan ’Selamat tinggal perjuangan’
Berikara setia kepada tirani
Dan mengenakan baju kebesaran sang pelayan?
Spanduk kumal itu, ya spanduk itu
Kami semua telah menatapmu
Dan di atas bangunan-bangunan
Menunduk bendera setengah tiang
Pesan itu telah sampai kemana-mana
Melalui kendaraan yang melintas
Abang-abang beca, kuli-kuli pelabuhan
Teriakan-teriakan di atas bis kota, pawai-pawai perkasa
Prosesi jenazah ke pemakaman
Mereka berkata
Semuanya berkata
Taufik Ismail
Sabtu, 14 September 2013
Posted By:
Unknown
“Berapa Banyak Sholat Yang Kamu Tinggalkan Nak?”
Senja itu dalam rintik gerimis yang cukup membuat badan memggigil aku terus memacu motor bututku yang bersuara cempreng. Gundah yang menggelayut dalam benak dan pikiran membuat aku ingin terus berkendara dengan tujuan melepas beban pikiran. Beban dan tuntutan kehidupan begitu berat aku rasakan menghimpit hati yang berusaha untuk tetap tegar, tapi tetap saja tak jarang hilang kendali. Menjelang maghrib hujan tak juga reda dan malah semakin deras titik air yang tercurah dari langit. Seakan langit turut menangis mendengar keluh kesah hati kecil ku.
Aku berhenti di sebuah halaman ruko yang sudah tutup untuk berteduh dan berhenti sejenak karena punggung yang terasa nyeri karena lama berkendara. Aku duduk di samping bapak tua yang sedang memilah hasil kerjanya seharian. Dia asik memilah botol bekas yang dikumpulkan di dalam karung yang berukuran besar sasmbil menghisap rokok kretek murahan yang bau asapnya membuat aku sesak nafas dan ingin batuk saat asapnya terbawa angin ke arah hidung ku,.
“malam pak, dapat banyak pak hari ini?” tanya ku berharap ada teman ngobrol.
Dia menoleh dan tersenyum kemudian menjawab “Alhamdulillah nak, cukup untuk membuat perut orang rumah terisi untuk besok.”
“bapak tinggal sama siapa saja kalau boleh tahu” tanya ku lagi.
“cuma dengan istri bapak saja, anak sudah ikut suaminya dan tinggal di luar kota. Dan beginilah sampingan pekerjaan bapak dalam menjalani hidup.” jawabnya dengan santai dan tangannya masih sibuk memilah botol bekas.
“saya boleh tanya gak pak? tapi maaf sebelumnya kalau saya lancang jadinya” ucap ku sambil berusaha tersenyum.
“silahkan nak, bapak akan menjawab kalau bapak paham tentang pertanyaannya” jawabnya kemudian menghisap rokoknya. Dan tidak lama kemudian asapnya mengepul keluar dari mulutnya.
“maaf ya pak, yang pengen saya tanyakan adalah dengan pekerjaan bapak yang seperti ini apakah cukup untuk memenuhi kebutuhan bapak dan keluarga?” tanyaku dengan suara yang agak pelan karena takut membuat si bapak tua itu tersinggung.
Kemudian dia merapikan karungnya dan beringsut duduknya agar lebih dekat dengan aku. Dia menatap ku dengan selidik dan kemudian tersenyum simpul. Dia menghela nafas panjang sambil melihat kearah langit yang masih mencurahkan rintik air yangsepertinya belum mau berhenti.
“Nak” suaranya memecah keheningan diantara kami.
“Cukup atau tidak cukup itu bagaimana kita menyikapi. Kalau di padang dengan sekilas pandang, pasti semua tidak akan ada cukupnya” lanjutnya.
“maksudnya pak?” tanya ku agak penasaran sambil menekuk lutut ku agar menutupi bagian dada supaya terasa hangat dan terlindung dari dinginnya angin yang di sertai hujan.
“manusia tidak akan pernah merasa cukup nak, biarpun penghasilannya semilyar sehari mereka tidak akan pernah merasa cukup dan cenderung pengen mendapatkan yang lebih besar lagi. Patokan cukup itu standarnya adalah rasa syukur yang kita miliki. Seberapa ihlas kita menerima rizki dari Allah yang telah dicatatkan untuk kita” kemudian bapak tua itu berhenti sejenak sambil mengatur nafasnya.
“bapak boleh tanya ke kamu nak sedikit saja?” ujarnya sambil menatap mataku dalam.
“dengan senang hati pak, silahkan” jawab ku sambil tersenyum juga.
“dari tadi bapak melihat wajah kamu murung nak, sebenarnya bapak sudah bisa menebak arah pembicaraan kamu dengan bertanya kepada bapak. masalah kamu apa nak? siapa tahu baak bisa sedikit berbagi pengalaman tentang hidup dan himpitannya” tanyanya kepada ku.
Aku menghela nafas panjang sambil menundukkan kepala ku, ingin rasanya aku bercerita panjang lebar dan menumpahkan segala beban ku kepada bapak tua ini agar lega dan bisa mendapatkan sedikit nasehat. Tapi aku tidak mau menceritakan semua masalah ku, dan aku memutuskan untuk menceritakan garis besarnya saja.
“masalah yang biasa pak” ucap ku masih sambil tertunduk. “penghasilan kecil tapi tanggung jawab sangat besar bagi seukuran orang seperti saya” jawab ku tak lama kemudian.
“Nak, tidak ada masalah yang tak ada jalan keluarnya. Tapi karena kebingungan, orang cenderung tidak bisa melihat jalan keluar yang datang bersama masalah tersebut. Dan gak ada masalah yang melebihi batas kemampua. Dan kamu nak, diberi ujian seperti itu untuk mendewasakan kamu dan Allah tahu kamu bisa melewatinya. Tapi maaf, mungkin kamu terlalu sibuk dengan masalah yang datang sehingga lupa untuk mendekati yang memberikan kamu masalah itu sendiri yaitu Allah. Dan kecenderungan untuk mengeluh itulah sebenarnya yang membuat beban semakin terasa berat dan menyesakkan dada” jawaban bapak tua itu dengan lembut dan penuh nasehat.
“sudah bertahajjud atau menangis dihadapan Allah nak?” tanyanya.
mendengar pertanyaan itu aku terhenyak dan tersadar betapa banyaknya shalat yang aku tinggalkan. Dan sering kali aku dengan sengaja meninggalkannya karena rasa malas karena berfikir “aku sholat siang malam juga kehidupan ku tidak membaik”. itu terus yang sering terdengar membisiki hati dan pikiran ku.
“Belum pak, dan saya sering meninggalkan sholat” jawab ku dengan tertunduk malu.
“nah, bagaimana kamu mau mendapatkan pertolongan Allah nak kalau kamu tidak memintanya dan kamu malah menjauh dari Allah. ingat nak, orang yang dekat dengan Allah maka akan dekat pula dengan pertolongan Allah” jelasnya sambil tetap tersenyum kepada ku.
“memang, tujuan sholat bukanlah agar kita menjadi kaya atau kita lepas dari segala permasalahan. karena sholat adalah kewajiban kita sebagai mahluk. Tapi dengan sholat, kita menjadi dekat dengan Allah dan dekat pula dengan petunjuknya. dekat pula dengan pertolongannya nak, lepaskan semua beban mu dan serahkan kembali kepada Allah dan biar Allah yang mendatangkan bantuan untuk kamu. jangan pernah berputus asa, karena orang yang putus asa akan jauh dari rahmat Allah” jawabannya begitu menenangkan hati dan pikiran ku. Aku hanya bisa terdiam dan mendengarkan nasehat bapak tua si pemulung itu.
“jangan pernah ragu kepada Allah nak, karena Dia lah yang menciptakan kita dan yang menanggung rizki kita. pekerjaan tidak akan pernah bisa mencukupkan kebutuhan kita, tapi rasa syukur kita dan rahmat-Nya lah yang mencukupkan dan mengkayakan hati kita. Mintalah apa saja dengan sholat dan sabar maka Allah akan mengabulkannya cepat atau lambat.” lanjut pak tua si pemulung tadi.
“wah gak terasa udah malam nak, bapak harus pulang. takut istri bapak khawatir nunggu bapak di rumah” ucapnya membuyarkan keheningan ku.
“iya pak, dan terima kasih untuk nasehatnya yang indah ini pak. saya mendapatkan ketenangan dari nasehat bapak tadi” jawab ku dengan tersenyum dan kemudian menyalaminya.
“pulanglah nak, dan sholatlah. Insyaallah akan terjawab semua kegelisahan kamu. bapak pamit dulu Assalamualaikum” kemudian dia mengangkat bawaannya.
“waalaikumsalam” jawab ku sebelum ahirnya dia berjalan membelah hujan yang masih turun dengan tubuh tuanya.
Seorang bapak tua yang pekerjaanya pemulung tapi dia begitu menikmati hidupnya yang menurut orang serba kekurangan. Tapi dia merasa tidak kekurangan dengan apa yang telah diberikan oleh Allah yang menurut orang lain sangatlah sedikit dan mungkin penghasilannya sehari sama dengan uang untuk beli pulsa sehari. Terkadang jawaban yang kita cari didapatkan dari orang yang biasa saja.
Malam semakin merangkak naik dan aku putuskan untuk pulang. Dalam perjalanan aku baru ingat kenapa tidak menanyakan namanya atau dimana bapak tua pemulung tadi tinggal. Namun aku beryukur telah di pertemukan oleh Allah dengan bapak tua tadi. Yang memberi nasehat meskipun aku belum mengenalnya dan tidak tahu siapa dia.
“Alhamdulillah” ucap ku dalam hati karena Allah telah memberi petunjuk dengan cara yang tidak aku sangka.
Minggu, 08 September 2013
Posted By:
Unknown
Little Miss Sumbing: Cantik dari Hati, Bukan dari Mahkota
Karya asli : Rea @ykwaria
Terinspirasi Dari Film Little Miss Sunshine
Sejak lahir bibirnya
Cantik memang berbeda dengan bibir anak-anak lainnya. Bukan sumbing,
tapi bibir bawah dan bibir atas sama-sama tertarik ke atas dan ke bawah,
hingga gigi dan gusinya terlihat jelas. Meski begitu para tetangga
menyebutnya sumbing. Kini usia Cantik sudah sembilan tahun. Di usia
sekecil itu dia sudah terbiasa dengan hinaan yang datang padanya karena
memiliki bibir yang berbeda. Orang tuanya yang miskin sedang
mengumpulkan uang untuk operasi bibirnya nanti. Sementara itu Cantik
ingin membantu ayah ibunya mengumpulkan uang. Dia mendengar kalau ada
kontes ratu kecantikan cilik, “Little Miss”, di kelurahan. Hadiahnya tak
besar, tapi bagi Cantik itu sangat besar. Diam-diam gadis kecil itu pun
ikut mendaftar bersama teman-temannya yang lain. Saat datang ke
kelurahan, para panitia malah menertawakan dan menyuruhnya untuk tidak
ikut kontes. Namun Cantik yang rasa percaya dirinya sangat tinggi, tetap
bersihkeras untuk diberikan formulir. Setelah itu dia pulang dan
menunjukkan formulir itu pada ibunya.
Hartati, Ibu Cantik, hanya bisa duduk terdiam lemas saat tahu anaknya pulang membawa formulir
pendaftaran Little Miss di kelurahan. Sementara itu Cantik langsung
masuk ke dalam kamar, dan menyalakan televisi 14 incinya. Gadis kecil
itu menonton siaran ulang penobatan Miss World sambil memutar lagu
kesukaannya di ponsel. Ia lalu mengambil bando berbentuk bintang dan
memakainya, menganggapnya seperti mahkota di kepala ratu kecantikan.
Setelah itu ia berjoged di depan televisi dengan gayanya sendiri. Dari
balik pintu, Hartati mengamati tingkah anaknya, dan memandanginya. Tubuh
anaknya itu gendut, pendek, kulitnya hitam, rambutnya keriting dan
kemerahan, dan bibirnya berbeda dengan bibir anak lainnya. Hartati pun
galau, harus melarang anaknya ikut kontes kecantikan atau membiarkannya
saja. Malam harinya dia memberitahu suaminya. Karyo, suami Hartatik,
malah tertawa terbahak-bahak saat tahu Cantik akan ikut Little Miss di
kelurahan. Pria itu menyuruh Hartati membiarkan saja Cantik ikut kontes
kecantikan itu. Dia ingin agar Cantik tahu tentang hidup yang
sebenarnya, meski usianya masih sembilan tahun.
Seminggu kemudian,
Cantik dan ibunya pergi ke kelurahan. Para tetangga menertawakan mereka
karena melihat dandanan cantik yang terlalu menor, dan baju yang
dipakainya juga kekecilan. Hartati yang malu, akhirnya mengajak Cantik
masuk ke dalam gang sepi. Disana Hartati menghapus riasan wajah Cantik
yang terlalu menor dan memarahinya.
“Sudah ibu bilang, jangan pake lipstik. Umurmu masih sembilan tahun.”
Cantik diam saja,
meski dia tak suka ibunya menghapus lipstik tebal di bibirnya. Gadis
kecil itu hanya bisa mengeluarkan amarahnya lewat napas yang dibuangnya.
Disaat yang bersamaan, kancing bajunya di area perut copot karena
tekanan kuat perutnya yang mengembung sedangkan bajunya kekecilan.
Hartati yang melihat
itu hanya bisa berteriak, “Ya Ampun…….!”. Setelah itu dia mengambil
peniti dari tasnya dan menjadikannya kancing untuk baju anaknya.
“Sekali lagi kau mengembungkan perutmu, kau gak
akan bisa ikut kontes kecantikan, soalnya bajumu ini akan terbuka, dan
perutmu yang gendut ini akan keluar. Gak ada ratu kecantikan yang
perutnya gendut, Cantik!”Tegur Hartati.
Cantik hanya tertawa
dan menganggap ibunya sedang bercanda. Hartati yang sudah lelah
menasehatinya, akhirnya langsung membawa Cantik ke kelurahan.
Sampai disana, Cantik
pun ditertawakan banyak orang yang memenuhi aula. Banyak yang
berkomentar, “Si Sumbing ikut Little Miss? Ini bukan Little Miss
Sumbing, Cantik!”. Meski begitu, Hartati berusaha menutup dua telinga
anaknya dengan kedua tangannya, sambil menuntunnya ke meja panitia untuk
registrasi.
Saat ibunya sibuk di
meja panitia, Cantik masuk ke bilik peserta. Disana dia bertemu dengan
para kontestan Little Miss lainnya. Hampir semuanya tidak ada yang
segendut Cantik. Baju mereka juga bagus-bagus dan mahal-mahal. Sedangkan
Cantik memakai baju bekas tetangganya yang berkancingkan peniti karena
kekecilan. Dia lalu menengok sepatu yang dipakianya. Itu sepatu bekas
yang dipungut ayahnya sebulan yang lalu, sesudah ditambal menggunakan
lem besi. Rasa percaya diri Cantik tiba-tiba menurun. Gadis kecil itu
memilih duduk di pojokan sambil memandangi teman-temannya yang sibuk
berlatih menari, menyanyi, dan akrobatik. Datang seorang kontestan cilik
dan mengolok Cantik, “Bibirmu jelek! Sumbing. Kenapa ikut?”
Cantik diam saja,
meski wajahnya berkeringat deras karena malu bercampur marah. Tak lama
kemudian muncul Sherly, satu kontestan yang duduk di sebelah Cantik,
sembari sibuk memakan burger jumbonya. Cantik lalu menoleh ke arah
Sherly, dan memandangi tubuhnya yang sama gendutnya dengan cantik.
Cantik pun tersenyum lega, karena ada kontestan yang segendut dirinya.
Setidaknya dia tak sendirian.
“Kita sama-sama gendut.”Ucap Cantik dengan tertawa ke arah Sherly,
Mata Sherly langsung terbelalak lebar, “Apa?
”
Sherly yang kesal lalu
mengambil cermin dan menyuruh Cantik memegangnya. Mereka duduk
bersebelahan dan bergantian memandangi wajah mereka di depan cermin.
Cantik yang awalnya
tersenyum lega, pelan-pelan mengerutkan wajahnya, dan menangis saat tahu
perbedaan antara dirinya dengan Sherly. Wajah Sherly cantik, sedangkan
Cantik?
“Bibirmu sumbing!”Bentak Sherly yang lalu kabur karena melihat Hartati datang.
“Cantik, ada
apa?”Tanya Hartati yang heran melihat anaknya menangis di pojokan.
“Jangan menangis. Sebentar lagi giliranmu tampil di panggung!”
Cantik pun mengangguk
dan mengusap air matanya. Setelah itu ia mengantri dengan kontestan
lainnya, untuk tampil di atas panggung.
Rasa percaya diri
Cantik kembali memuncak saat gadis kecil itu berada di atas panggung.
Dia menari dengan gayanya sendiri. Sementara itu semua penonton tertawa
dan mengoloknya. Apalagi ketika tiba-tiba baju Cantik sobek karena
kekecilan dan gerakan tariannya yang berputar-putar. Perut gendutnya pun
menyembul keluar. Ditambah sepatu yang dipakainya patah, hingga gadis
kecil itu jatuh persis di tengah panggung. Penonton dan dewa juri
lagi-lagi tertawa. Meski begitu Cantik bangkit dari jatuhnya, dan
menuntaskan tariannya sampai selesai.
Di belakang panggung,
Hartati diomeli Marina, sahabatnya. Marina tak habis pikir kenapa
Hartati mengizinkan Cantik untuk ikut kontes kecantikan Litlle Miss,
karena yang ada Cantik malah ditertawakan dan dibuat malu. Namun Hartati
punya alasan tersendiri.
“Aku ingin anakku tahu
kalau inilah hidup. Kadang kita dipuja, kadang kita dihina. Kadang kita
disuka, kadang kita dibenci. Dia harus tahu kalau setiap pilihan selalu
ada resikonya. Kontes ini pilihannya, jadi dia harus tahu resikonya.
Dia harus belajar tentang penolakan atau kegagalan, karena dalam hidup
ini kita tak selalu diterima ataupun berhasil. Anakku berbeda dengan
anak-anak lainnya. Dia dihina sejak terlahir di dunia. Mau tidak mau,
suka tidak suka, dia harus tahu bahwa inilah takdirnya. Dimanapun dia
berada, akan selalu ada orang yang menertawakan dan menghinanya. Aku tak
mau anakku terus bersembunyi di dalam kamar agar dia aman. Dia harus
keluar untuk tahu inilah dunia yang sebenarnya. Aku tak mau anakku
menjadi penghayal, pemimpi, dan pemalu yang pengecut.”
Hartati lalu pergi
meninggalkan Marina, dan menemui Cantik yang menangis di pojokan
belakang panggung. Tak lama kemudian, panitia pun mengumumkan juara
kelima sampai juara pertama yang menjadi Little Miss dan mendapatkan
hadiah uang, mahkota dan piala. Tapi Nama Cantik tak masuk di dalamnya.
Cantik kembali menangis di pelukan ibunya, namun itu tak lama, karena
gadis kecil itu tiba-tiba memperlihatkan ekpresi yang biasa dan
datar-datar saja. Dia bahkan mengajak ibunya untuk segera pulang.
Sepanjang perjalanan
pulang, Hartati dibuat aneh oleh anaknya. Cantik terus saja menari dan
menyanyi dengan cerianya, seolah-olah sudah melupakan apa yang sudah
dialaminya. Sampai akhirnya gadis kecil itu jatuh di tengah jalan.
Hartati yang tertinggal jauh di belakang, langsung berlari menghampiri
anaknya, namun ada seorang gadis cantik yang sudah menolong Cantik.
Gadis itu bernama Azzura, yang kecantikannya seperti bidadari. Cantik
saja membelalakkan mata saat tahu gadis yang menolongnya itu.
“Kamu gak apa-apa, anak manis?”Tanya Azzura, sambil membantu Cantik berdiri.
“Gak apa-apa, Tante.
Wah, tante cantik sekali.”Puji Cantik sambil mengagumi wajah Azzura yang
cantik, rambut panjangnya yang indah, dan pakaiannya yang bagus juga
wangi.
“Terimakasih Mbak,
sudah nolong anak saya.”Ucap Hartati yang baru sampai, dan langsung
membersihkan Pakaian dan rambut Cantik yang kotor.
Azzura hanya mengangguk dan tersenyum manis, lalu memberi Cantik sebatang permen lolipop.
“Ini untukmu.”
“Terimakasih Tante. Tante cantik sekali. Apa tante pernah ikut kontes kecantikan juga?”
Azzura tertawa dan menggelengkan kepala. “Gak pernah.”
“Kenapa?”Tanya Cantik dengan lugunya.
“Karena cantik itu
dari hati, bukan dari mahkota.”Jawab Azzura sambil tersenyum dan
mengerlingkan mata indahnya, lalu pergi meninggalkan Cantik dan ibunya.
Cantik diam saja dan
melamun sambil memandangi Azzura yang sudah pergi jauh di belakang sana.
Tak lama kemudian, Cantik tersenyum lebar memperlihatkan gigi dan
gusinya, juga bibirnya. Setelah itu dia mengangguk seolah-olah memahami
ucapan Azzura, lalu mengajak ibunya pulang ke rumah.
SELESAI
Sabtu, 07 September 2013
Posted By:
Unknown
Pengumbar Nafsu
di balik temaram peluk malam
di sapu desir angin semilir
riuh ramai binatang bersorai
berselimut tebal dingin kabut
desah rintih menggelora
bersahut saling pagut
nafas memburu mulut ternganga
meliuk lepas bergerak bebas
di tubuh mu kau sebar aroma
di senyum mu kau jerat jiwa
di matamu kau hunjam pesona
desah nafas mu penuh gelora
wahai wanita jalang yang meradang
kau basuh tubuh dengan peluh
kau memburu kau memacu
meliuk lambai gelora nafsu
mendekap erat dalam pesona
merajam redam jiwa padam
mengumbar nafsu dalam gebu
tertawa terlena dalam nafas gelora
Posted By:
Unknown
Sebaris Doa Di Balik Bilik Bambu
“ibu sudah makan?” tanya arif sepulang sekolah kepada ibunya yang tergolek sakit.
“belum rif, ibu belum bisa bangun” dengan suara lemah ibu arif menjawab.
arif bergegas hendak menyuapi ibunya yang belum makan. sudah menjadi rutinitas arif 3 tahun belakangan merawat ibunya yang sedang terserang penyakit yang cukup serius. kala di buka lemari makanan ternyata belum ada makanan. dengan cekatan arif mencuci beras dan memasaknya. sambil menunggu nasi masak, arif mengambil air dan mengelap tubuh ibunya yang pucat pasi.
“gimana sekolah mu nak” tanya ibunya kepada arif yang sedang mengelap tubuhnya.
“alhamdulillah bu lancar, sebentar lagi ujian bu” dengan tersenyum arif menjawab
.
“masalah uang sekolah bagaimana nak? uang bapak mu sudah habis untuk berobat ibu” berkaca kaca mata ibunya memandang arif.
“arif dapat kebijakan dari sekolah bu, ibu gak usah pikirin ya yang penting ibu sembuh” kata arif sambil berdiri merapikan tempat tidur ibunya.
“maafin ibu ya nak, ibu menjadi beban buat kalian” terisak ibu arif.
“semua sudah habis terjual untuk berobat ibu, maafin ibu ya nak sudah membebani kamu” lanjut ibu arif.
dalam hati arif menangis melihat kondisi ibunya yang tak kunjung sembuh. yang dia bisa hanya merawat ibu nya semampu dan sekuat tenaganya yang masih terbatas. sementara bapaknya sibuk mencari uang untuk biaya berobat ibunya.
“ibu jangan bilang gitu, sudah jadi kewajiban saya merawat ibu. sebagai bakti saya untuk ibu” jawab arif sambil memegang tangan ibunya.
kemudian arif menuju dapur dan menyelesaikan memask nasi dan sayur seadanya. saudara ibu bapaknya sudah tidak mau tahu akan keadaan keluarga arif. dan mereka terkesan menjauh karena takut di mintai pertolongan. arif hanya bisa menghela nafas dan mengelus dada saat melihat sanak saudaranya menggunjing tentang keluarganya.
setelah semua tersaji, arif mengambil piring dan menuangkan nasi dan lauk seadanya. dia bawa kepada ibunya dan dengan sabar menyuapi ibunya. suap demi suap nasi di suapkan kepada ibunya. tak tahan arif melihat keadaan ibunya.
“ibu yang sabar ya bu, ini cobaan dari Allah buat kita” tersenyum arif berusaha menghibur ibunya.
“ini tandanya Allah sayang kita bu, Allah menguji kesabaran kita” lanjutnya dengan lembut
.
“iya nak, ibu sabar dan akan senantiasa sabar” kata ibu arif .
kemudian arif pun beranjak dari tempat tidur ibunya. dia mengerjakan pekerjaan rumah tangga menggantikan ibunya. mulai mencuci, nyetrika, masak dan lain sebagainya. anak laki laki usia 15 tahun yang seharusnya menikmati masa remajanya bermain bersama teman sebayanya namun harus mengerjakan semua pekerjaan rumah tangga. namun trak sedikit pun arif mengeluh atau menangis. dia mengerjakan semuanya dengan riang gembira. meskipun lelah setelah sekolah dengan mengayuh sepeda yang jaraknya 15 kilo meter dari rumahnya.
“bapak hari ini pulang ya bu” tanya arif sambil duduk di kursi bambu di samping ibunya.
“iya nak mungkin nanti malam” jawab ibunya lemah.
“sebentar lagi maghrib bu saya mau ke langgar, nanti sekalian mau jemput adik” ujar arif.
” jangan lama lama ya nak” pesan ibunya
arif bergegas menuju langgar yang tak jauh dari rumahnya untuk jamaah sholat maghrib. tubuhnya yang kecil nampak kelelahan karena seharian beraktifitas. matanya sayu menahan lelah yang di sembunyikannya. setelah menunaikan ibadah sholat maghrib arif bergegas ke rumah neneknya yang agak jauh untuk menjemput adiknya yang masih kecil. di tuntunnya adiknya menuju rumah dan mereka belajar berdua di samping ibunya yang tertidur.
“dik habis ini tidur ya udah hampir jam 9″ ucap arif kepada adiknya yang masih asik membaca buku.
“iya kak” jawabnya pendek kemudian menutup bukunya dan beranjak ke kamar.
kemudian arif beranjak ke kamar mandi ambil air wudhu dan menunaikan sholat isya. dia sholat dengan khusyu dan hikmat. di resapinya semua bacaannya sampai dia menangis tersedu sedu. di sujudkannya badannya kepada Allah tuhan seru sekalian alam. di pasrahkannya seluruh hidupnya kehadirat-Nya. setelah selesai arif berdoa dengan cucuran air mata
“ya Allah ya robb, hamba bersimpuh di hadapan Mu, menengadahkan tangan kepada Mu. hanya Engkau tempat hamba menyembah dan hanya Engkau tempat kami mohonj pertolongan. hamba mohon sembuhkan ibu hamba, berilah yang terbaik bagi beliau ampuni segala dosanya dan ringankan penyakitnya. tabahkan hati bapak dan kuatkan iman kami kepada Mu ya robb. tiada lagi suadara yang peduli dengan kami, bila Engkau juga tak peduli dengan kami, lantas kepada siapa lagi kami mohon pertolongan? dari bilik bambu reot ini hamba bersimpuh kepada Mu ya Allah. kabulkan ya Allah. amin” arif menutup doanya dan mengusap air matanya.
malam itu arif begadang menuggui ibunya, memberi segala kebutuhannya. sampai mata lelahnya tak sanggup menahan kantuk dan tertidur bersandar di kursi bambu yang keras. tubuh kecilnya terlelap di bawa mimpi. matanya sembab berlinang air mata.
“terima kasih anak ku, semoga Allah melapangkan dan memberi segala cita cita mu” gumam ibu arif melihat anak sulungnya tertidur di kursi.
Posted By:
Unknown
Aku
hanya ada aku
kelu tegak membeku
kaku menatap laku
bisu melenggang ragu
lusuh berkabut debu
memandang sikap tabu
berjalan jembatan semu
menyibak kabut kalbu
menahan ragu terpaku
gelak tertawa meski sendu
merangkak tertatih melaju
nanar pandang tertuju
luruh gejolak berderu
limbung kata tak tentu
tak jemu kata menunggu
hanya ada aku
tersekat jerat beku
menantang jarak berliku
kaku di terjang ragu
di ujung jalan berbatu
pekak gemuruh menderu
tertatih berlalu
dalam hening dan ragu
hanya ada aku
Langganan:
Postingan (Atom)